Kamis, 27 Agustus 2020

Penjaga Villa di Puncak Bogor

Penjaga Villa di Puncak Bogor

Penjaga Villa di Puncak Bogor

Selesai sudah prosesi penguburan Pak Hendra, satu persatu pelayat meninggalkan pusara. Areal pemakaman yang tadinya ramai, berangsur sepi. Begitu juga dengan aku, akhirnya melangkah pergi ketika hanya tinggal beberapa orang saja.

Suasana acara pemakaman selalu begini, hawanya sedih, rasa kehilangan mendominasi. Aku terbilang sangat jarang menghadiri prosesi pemakaman, kalau bukan keluarga atau kerabat dekat aku gak pernah menghadirinya.

Tapi ini Pak Hendra, bukan keluarga, bukan kerabat dekat juga, tapi aku harus menghadiri pemakamannya. Hampir selama tiga bulan terakhir, tiga bulan terakhir hidupnya, Pak Hendra bisa dibilang adalah mentorku.

Mentor? Iya Mentor.

***

Aku Rahmat, usiaku masih 22 tahun ketika semua peristiwa di Villa Puncak ini terjadi pada tahun 2008. Lahir dan besar di Cibinong Bogor, setamat SMU aku gak melanjutkan sekolah lagi, lebih memilih untuk bekerja walaupun masih serabutan.

Singkatnya, pada tahun 2008 aku menganggur cukup lama, karena memang belum ada pekerjaan yang membutuhkan tenagaku. Di tengah kejenuhan melanda, datanglah kabar baik. Salah satu tetangga, menawarkanku untuk bekerja sebagai penjaga Villa di kawasan Puncak Bogor. JOKERDANA

“Jadi, Villa ini punya bos saya Mat. Dia orang kaya banget, rumah dan villanya di mana-mana, banyaklah pokoknya. Nah, salah satunya ya di puncak itu, di daerah Cibogo. Villa ini disewakan untuk umum juga, sengaja begitu supaya gak terlalu kosong karena sangat jarang dikunjungi.”

Begitu penjelasan awal Pak Iwan tetanggaku.

“Sebenarnya villa itu sudah ada yang jaga, Bapak dan Ibu yang sudah berumur, suami istri. Tapi sebulan yang lalu istrinya meninggal, jadi aja tinggal si bapak yang menunggu dan merawat villa sendirian.” Lanjut Pak Iwan.

“Bapak penunggu villa ini sudah tua dan sakit-sakitan, jadi sepertinya kamu akan dipersiapkan untuk menggantikannya kalau dia pensiun nanti.” Pak Iwan masih melanjutkan.

Kata Pak Iwan juga, pemilik villa sangatlah baik orangnya, dia selalu mengutamakan kesejahteraan orang-orang yang bekerja dengannya.

“Gimana? Kamu mau gak? Kan gak terlalu jauh juga dari rumah, jadi bisa pulang kapan aja. Kalo mau biar saya bilang ke Pak Daniel. Mau?” Pak Daniel adalah bos Pak Iwan.

Aku yang sudah terlalu lama mengganggur, gak pikir panjang lagi, langsung mengangguk setuju.

Beberapa hari setelah itu Pak Iwan datang mengabarkan lagi, dia bilang bosnya setuju untuk mempekerjakanku atas rekomendasi baik darinya. Ya sudah, aku semakin senang dengan pekerjaan ini setelah mendengar upah yang akan aku terima setiap bulannya, nominalnya cukup besar buatku, ditambah dengan tunjangan makan dan tempat tinggal selama bekerja nantinya.

Aku ingat, waktu itu bulan Juni tahun 2008, aku mulai bekerja sebagai penjaga villa di Cibogo kawasan puncak Bogor.

***

Jalan masuk menuju villa ini gak susah. Kalau dari arah bogor, kira-kira 10 menit dari gadog ada pom bensin di sebelah kiri, di situ ada belokan ke kanan, dari belokan itu sekitar 30 menit kemudian sudah sampai.

Ketika pertama kalinya menginjakkan kaki di villa, aku langsung melihat sekitar, merekam setiap sudutnya di memori kepala. Gerbang depan tinggi dan besar, memisahkan jalan umum dengan pekarangan bagian depan villa.

Halamannya sangat luas, hijau rerumputan mendominasi pemandangan. Beberapa pohon besar tumbuh rindang di sekeliling bangunan besar yang berdiri di tengah-tengah lahan luas ini. Aku meyakini kalau bangunan besar itu adalah villa-nya.

Villa besar berlantai dua, bentuk bangunanya model lama, sepertinya usianya juga sudah tua, tapi masih terlihat sangat terawat dan bersih.

Di sebelah kanan ada bangunan seperti bungalow yang bentuknya memanjang, beratap tanpa dinding sekeliling, sepertinya diperuntukkan untuk kegiatan luar ruang.

Ketika sedang asik menjelajah pemandangan, tiba-tiba pintu besar bangunan utama terbuka, lalu muncul seorang bapak dari dalam.

“Rahmat ya? Sini masuk.” Ucap Bapak itu sambil tersenyum.

“Iya Pak,” Aku menjawab sumringah.

Seorang bapak betubuh tinggi kurus, berkaca mata, nyaris seluruh rambutnya tertutup uban, mengenakan kemeja lengan pendek, celana panjang hitam.

Setelah itu kami berkenalan, bapak yang sangat ramah ini bernama Pak Hendra, umurnya 69 tahun. Aku diajaknya berkeliling, dengan sabar beliau menjelaskan semua tentang villa ini dan segala isinya.

Bangunan utama, villa dua lantai, di lantai dasar ada ruang tengah besar, tiga kamar tidur, dua kamar mandi, ada dapur di belakang. JOKERDANA

Lantai dua, ada tiga kamar tidur juga, dua kamar mandi, ruang santai keluarga, dan teras besar memanjang dari kiri ke kanan, teras ini menghadap pemandangan pegunungan puncak yang sangat indah.

Secara keseluruhan, benar tebakanku di awal tadi, villa ini sangat bagus dan besar. Yang paling mencolok, kebersihan villa dan lingkungannya membuatku terkesan, dari sini menandakan kalau Pak Hendra orang yang sangat rajin. Di belakang Villa, ada bangunan berukuran jauh lebih kecil dari bangunan utama, tapi gak terlalu kecil juga.

“Nah, di rumah itu nanti kamu tinggal. Kamar kamu sudah saya siapkan, kamu tinggal masuk aja, hehe.” Begitu kata Pak Hendra sambil menunjuk ke rumah itu. Lalu kami melangkah ke sana dan memasukinya.

Rumah yang ukuran bangunannya nyaris sama dengan rumah orang tuaku di Cibinong. Ada ruang tengah, dua kamar, dapur, dan satu kamar mandi. Rumah yang sangat nyaman buatku untuk tinggal.

“Kamu beberes aja dulu, saya tunggu di bungalow ya, kita ngobrol lagi di sana, hehe.” Ucap Pak Hendra.

Aku yang baru hanya membawa sedikit pakaian, jadi gak terlalu lama untuk beberes, setelah itu keluar rumah menuju bungalow, tempat Pak Hendra duduk menunggu.

“Jadi, nanti setiap pagi kita membersihkan seluruh tempat ini, luar dalam villa, halaman depan belakang, semuanya.” Begitu kata Pak Hendra ketika kami lanjut berbincang.

Intinya, tugas kami adalah menjaga villa agar tetap bersih, nyaman dan aman. Kami juga yang akan melayani serta memenuhi semua kebutuhan para tamu penyewa villa, kata Pak Hendra penyewa villa paling banyak dari kalangan keluarga besar dan grup kecil kantor atau perusahaan.

Sebisa mungkin kami akan memenuhi semua kebutuhan dan keperluan para tamu penyewa yang menginap dan mengadakan acara di sini. Kurang lebih begitulah tugasku.

Setelah selesai menerangkan tugas-tugas dan lainnya, kemudian Pak Hendra mulai bercerita sedikit tentang kehidupan pribadinya.

Sepanjang siang hingga sore kami hanya duduk berbincang, Pak Hendra bercerita sambil terus menghisap rokok, sudah berbatang-batang rokok dia habiskan sejak awal pertemuan kami tadi, sangat kelihatan kalau beliau seorang perokok berat.

Sudah hampir 30 tahun lamanya Pak Hendra bekerja di villa ini, sejak orang tua Pak Daniel sang pemilik villa masih hidup. 30 tahun bekerja didampingi oleh istri tercinta, mereka tinggal di rumah kecil di belakang villa itu tadi. Berdua berdampingan menjaga dan merawat villa. Ibu Rina, itulah nama dari almarhumah istri Pak Hendra.

“Tapi memang sudah garisNya, istri saya meninggal baru satu bulan yang lalu karena sakit keras yang sudah dia idap bertahun-tahun lamanya.” Begitu kata Pak hendra dengan tatapan kosong, dibarengi dengan hisapan panjang batang rokok di tangan. JOKERDANA

Raut sedih masih tergambar jelas di garis wajah tua dan lelahnya. Kemudian Pak Hendra mengeluarkan dompet, lalu mengeluarkan selembar foto lusuh.

"Ini Istri saya, hehe.” Begitu kata Pak Hendra sambil menunjukkan poto itu.

Cukup banyak yang beliau ceritakan tentang istrinya, tergambar jelas betapa mereka saling mencintai dan menyayangi, sampai maut memisahkan. Aku hanya diam dan terus mendengarkan.

Hari itu juga aku dapat menebak kalau Pak Hendra kelihatan gak sehat, dia sering batuk-batuk sambil memegang dadanya.

“Gak apa-apa, sudah biasa, hehe.” Begitu katanya ketika aku bertanya tentang hal itu.

Ya sudahlah, aku hanya bisa menyarankan untuk mengurangi rokoknya.

***

Singkat kata, mulailah hari-hariku bekerja di villa itu. Rutinitas setiap pagi, Pak Hendra selalu mengetuk pintu kamar membangunku untuk sholat subuh. Setelah beribadah, kami langsung bekerja.

Pekerjaan pertama adalah menyapu seluruh halaman, banyak dedaunan kering berjatuhan dari pohon besar yang ada, kemudian membersihkan luar dan dalam villa. Selalu seperti itu rutinitasnya.

Satu minggu..
Dua minggu,
Satu bulan..
Dua bulan berlalu, gak terasa.

Aku sudah merasa nyaman dan betah tinggal dan bekerja di villa ini. Pak Hendra benar-benar orang yang baik, sama sekali gak pernah marah meskipun beberapa kali aku lalai dalam bekerja.i dengan candaan.

Kami semakin akrab, perbincangan sudah sering diselingi dengan candaan. Tapi ya itu, semakin hari aku semakin khawatir dengan kesehatan pak Hendra. Batuknya kelihatan semakin parah, beberapa kali beliau minta ijin untuk istirahat di rumah saja karena badannya lemas.

Benar saja, seiring berjalannya waktu, kesehatan Pak Hendra semakin menurun. Hingga akhirnya dia harus dirawat di rumah sakit karena sesak napas. Akhirnya Tuhan punya kehendak, awal bulan November 2008 Pak Hendra menghembuskan nafas terakhir di rumah sakit.

***

Sepeninggal Pak Hendra, aku sendirian tinggal di villa, aku sendirian menjaga dan merawat villa. Gak bisa dipungkiri kalau aku sangat terpukul dengan meninggalnya Pak Hendra, ditinggal sendiran ketika sudah merasa nyaman bekerja berdampingan dengannya, ketika kami sudah semakin dekat dan akrab.

Tapi roda hidup harus terus berputar, aku harus terus berjalan.

Pemilik villa bilang, dia akan mencari satu orang pekerja lagi untuk menggantikan posisi Pak Hendra, jadi aku gak akan dibiarkan lama-lama kerja sendirian. Tapi, sambil menunggu orang baru datang, aku terpaksa harus bekerja sendiran, harus tinggal di villa sendirian. JOKERDANA

Eh bentar, tinggal dan kerja di Villa sendirian? Hmmm, ternyata gak juga.

Kenapa begitu? Karena aku sering merasakan kalau almarhum Pak Hendra dan Istrinya masih ada di sini, masih di villa ini. Dalam artian sesungguhnya, aku merasa kalau mereka masih tinggal di sini..

Tok, tok, tok..

“Iya Pak,” Aku menjawab ketukan di pintu kamar, masih sangat mengantuk karena kurang tidur malam sebelumnya lalu aku menjawab “Iya pak.”

Mengucek-ngucek mata sebentar, melirik jam dinding, sudah hampir jam lima subuh, memang sudah waktunya bangun dan sholat.

Beranjak dari tempat tidur lalu aku berjalan menuju pintu untuk keluar kamar. Setelah pintu kamar sudah terbuka, aku bisa melihat isi ruang tengah, di situ Pak Hendra sedang berdiri melaksanakan sholat subuh.

Seperti biasa, dia mengenakan baju koko kesayangannya dan sarung berwarna gelap lengkap dengan kopiah putih di kepala.

“Ah pak Hendra sudah mulai duluan ternyata.” Begitu pikirku dalam hati.

Aku langsung buru-buru ke belakang untuk berwudhu. Setelah selesai aku langsung melangkahkan kaki menuju ruang tengah, dengan niat menyusul Pak Hendra yang sudah duluan sholat.

Tapi sesampainya di ruang tengah, aku terheran-heran, karena gak melihat Pak Hendra lagi di sana. Ke mana beliau? Apakah sudah selesai sholatnya?.

DEG! Jantungku serasa berhenti..

Detik berikutnya aku terhenyak kaget, nyaris menangis ketika akhirnya tersadar, aku baru ingat kalau Pak Hendra sudah meninggal sehari sebelumnya, dan aku menghadiri pemakamannya kemarin.

Kemudian, dalam sholat subuh itu, aku menahan tangis sedih. Sendirian di rumah, aku masih merasakan kehadiran almarhum.

Itulah kejadian aneh yang aku alami, di hari pertama setelah Pak Hendra meninggal.

Hari-hari berikutnya, beberapa kali aku mengalami kejadian janggal dan menyeramkan. Salah satunya kejadian berikut ini:

Kegiatan rutin setiap hari yang aku lakukan adalah membersihkan villa, setelah ada tamu ataupun gak ada. Aku menyapu dan mengepel lantai, membersihkan kamar mandi, menyeka debu, dan lain sebagainya.

Suatu hari, belum lama dari meninggalnya Pak Hendra, aku sedang membersihkan villa di lantai dua. Memang biasanya seperti itu, aku membersihkan lantai dua terlebih dahulu, setelah selesai baru membersihkan lantai satu. JOKERDANA

Posisi villa yang jauh dari jalan umum dan keramaian, menjadikannya sangat sepi walaupun di siang hari. Aku yang sedang membersihkan lantai dua, nyaris bisa mendengar suara apa aja meskipun samar.

Nah, aku langsung menghentikan kegiatan ketika ada suara dari lantai bawah.

Jelas terdengar kalau salah satu keran di kamar mandi bawah tiba-tiba hidup, suara airnya kedengaran mengocor deras jatuh ke dalam ember. Seperti ada yang sedang menampung air di ember. Siapa? Ya gak tahu, karena dapat dipastikan kalau aku sedang sendirian di dalam villa ini.

Beberapa saat kemudian keran itu mati, sepertinya ember sudah penuh. Aku masih diam berdiri pada posisi awal dengan tangan masih memegang sapu, terbengong-bengong coba mencerna apa yang sedang terjadi di lantai bawah.

Lalu terdengar suara langkah kaki, kaki yang melangkah di atas ubin. Samar, tapi aku masih bisa mendengarnya.

Itu siapa? semakin penasaran.

Aku yang sedang berada dekat dengan pintu kaca, melirik ke luar. Dari kajauhan, kelihatan kalau pintu gerbang dalam keadaan tertutup, gak ada kendaraan yang parkir juga, jadi harusnya gak ada siapa-siapa, lalu siapa yang sedang berada di bawah?.

Suara-suara terus saja terdengar, kadang samar, kadang jelas, yang pasti sedang ada “kegiatan”.

Suara cipratan air yang disiram ke lantai, lalu suara kain pel yang bergesekan dengan ubin, semuanya aku dengar, seperti ada yang sedang mengepel lantai bawah..

Aku yang sejak tadi berdiri diam, akhirnya memberanikan diri untuk melangkah menuju tangga. Di ujung atas tangga, perlahan aku memaksa untuk mengintip ke bawah.

Awalnya hanya kelihatan sebagian kecil saja, itu karena aku masih ragu, perasaan ini campur aduk antara was-was, takut, dan penasaran. JOKERDANA

Gak ada siapa-siapa, aku gak melihat apa-apa. 

Lalu berpindah posisi, masih di ujung atas tangga, aku mencari spot yang memungkinkan aku bisa melihat dengan lebih jelas dan luas lagi. Tetap, aku masih belum melihat apa-apa, gak ada siapa-siapa di lantai bawah. Semakin penasaran dan semakin berani, kemudian aku melangkah menuruni beberapa anak tangga.

Dari sinilah akhirnya aku melihat sesuatu, aku melihat seseorang..

Aku menahan napas, ketakutan.. Aku melihat Pak Hendra sedang mengepel lantai bawah bagian belakang, dia berjalan mundur membelakangi aku yang diam berdiri di ujung atas tangga.

Dia mengenakan kemeja lengan pendek yang biasa dipakai semasa hidupnya, terus melangkah mundur perlahan sambil kedua tangan memegang gagang kain pel.

Aku terus terpana menyaksikan pemandangan itu, sampai-sampai gak sadar kalau sebenarnya ada yang sedang memperhatikan aku.

Iya, ternyata ada sosok lain yang sedang memperhatikan aku.

Di sebelah meja makan, depan lemari, ada perempuan tua sedang berdiri diam, menghadap ke arahku. Aku yang akhirnya sadar kalau ada sosok lain selain Pak Hendra, semakin ketakutan, karena aku kenal dengan sosok perempuan itu.

Aku yakin kalau dia adalah Bu Rina, istri Pak Hendro.

Bu Rina berdiri diam mengenakan baju terusan berwarna gelap, rambutnya diikat sanggul. Perlahan dia tersenyum ke arahku, senyum ramah, lalu aku membalas senyumnya. Sementara Pak Hendra masih terus mengepel lantai, posisinya masih membelakangiku.

Cukup lama aku diam memperhatikan, sampai akhirnya tersadar kalau dua orang itu sudah meninggal. Memaksa kaki melangkah mundur, aku kembai naik ke lantai dua.

Kemudian, di teras depan aku duduk melamun, ketakutan, memikirkan kejadian seram yang baru saja aku alami.

***

Satu bulan setelah meninggalnya Pak Hendra, aku kedatangan tamu seorang pemuda yang usianya sama denganku.

Dia bilang, dia diterima kerja di sini, membantuku menjaga dan merawat villa. Sebut saja namanya Roni, dia warga Bogor juga, sama denganku.

Singkat kata, akhirnya aku gak sendirian lagi, sudah ada Roni yang membantu. JOKERDANA

Selama beberapa hari kerja, aku sudah bisa melihat kalau Roni sangat rajin, menyenangkan juga, enak untuk dijadikan teman ngobrol. Aku yang sudah sebulan sendirian di sini jadi cukup senang dengan kehadiran teman kerja yang baru.

Tapi sayangnya, Roni bekerja hanya sekitar satu minggu, tiba-tiba meminta ijin untuk berhenti bekerja. Gak bisa dirayu lagi, dia bersikukuh untuk berhenti. Ya sudah, aku gak bisa memaksa. Tapi sebelum pergi, aku harus tahu apa alasannya, apa yang membuat dia pingin berhenti.

“Saya gak kuat mat euy, villa ini banyak hantunya, sieun ah.” (Sieun = takut). Begitu katanya.

“Banyak hantunya gimana? Emang kamu ngeliat apa?” Tanyaku penasaran.

Memang, aku belum pernah bercerita kepada Roni tentang kisah villa ini sebelum dia datang, belum cerita tentang Pak Hendra dan istrinya, Khawatir dia jadi ketakutan nantinya. Makanya Roni gak tahu apa-apa.

Lalu dia melanjutkan ceritanya.

Dia bilang, dia pernah melihat ada dua orang sedang sholat di ruang tengah di tempat tinggal kami, tengah malam, ketika Roni ingin ke kamar mandi. Dua orang itu laki-laki dan perempuan, yang lelaki berdiri di depan sebagai imam, yang perempuan makmum di belakang.

Roni yakin kalau mereka bukan orang, makanya dia sangat ketakutan, gak berani ke luar kamar sampai pagi menjelang.

Berikutnya, kejadian seram ketika dia sedang menyapu villa di lantai satu.

Ketika sedang tekun menyapu lantai, Roni kaget karena mendengar ada suara cekikikan, suara perempuan tertawa. Sontak dia langsung melihat ke arah sumber suara, yaitu kamar tengah yang kebetulan pintunya terbuka lebar.

Awalnya Roni terdiam terpana, seperti terhipnotis, karena melihat pemandangan mengerikan di dalam kamar.

Ada seorang nenek yang sedang duduk di atas tempat tidur, rambut putihnya tergerai panjang, memakai baju terusan berwarna gelap. Sosok nenek itu duduk menatap Roni yang sedang berdiri gak jauh, senyum mengembang di wajah pucatnya, sekitar kedua mata berwarna gelap, sungguh mengerikan penampakannya. JOKERDANA

Hanya beberapa detik Roni memandang nenek itu, berikutnya dia terbirit-birit lari ke luar villa.

Peristiwa yang jadi pemicu dan semakin membulatkan tekad Roni untuk berhenti adalah di malam terakhir dia tidur di kamarnya. Seperti biasa, setelah seharian bekerja malamnya kami berbincang sambil menonton tv di ruang tengah di rumah kecil tempat tinggal kami.

Seperti malam-malam sebelumnya, sekitar jam 10 malam rasa kantuk membuat kami harus tidur di kamar masing-masing, aku di kamar depan sementara Roni di kamar belakang.

Roni bilang malam itu dia langsung tidur, lelap di alam mimpi.

Tapi, menjelang jam dua dini hari Roni terbangun karena mendengar suara ketukan di pintu kamarnya. Suara ketukan yang terdengar beberapa kali. Roni pikir itu aku, makanya dia langsung menjawab, “Iya Mat, sebentar.” Lalu dia berjalan menuju pintu untuk membukanya.

Betapa terkejutnya dia, ternyata bukan aku yang sedang berdiri di depan pintu, tapi ada sosok bapak tua yang dia sama sekali gak mengenalnya. Bapak itu hanya diam berdiri menatap Roni, wajah tanpa ekspresinya jelas terlihat di keremangan cahaya.

Ketakutan yang masih memenuhi isi kepala, semakin membuncah ketika Roni tiba-tiba melihat ada sosok lainnya yang muncul dari bagian belakang rumah. Ada sosok ibu tua dengan rambut panjangnya, berjalan mendekati Roni yang masih berhadapan dengan sosok bapak tua di depan pintu.

Ibu tua itu akhirnya berhenti dan berdiri tepat di belakang si bapak tua. Mereka berdua berdiri menatap Roni yang masih saja diam dalam belenggu cekam ketakutan. Wajah mereka pucat pasi tanpa ekspresi.

Tapi lambat laun, perlahan mereka mulai tersenyum. Mereka tersenyum menatap Roni dengan wajah yang sungguh menakutkan. Entah datang dari mana, akhirnya Roni punya kekuatan untuk menutup pintu kamar. Membiarkan dua sosok menyeramkan itu tetap di ruang tengah.

Sambil menangis pelan, Roni duduk ketakutan di sudut kamar.

Berikutnya, suara ketukan pintu masih sesekali terdengar, itu sebabnya Roni gak bisa terlelap sampai pagi menjelang.

Esok paginya, dia langsung membereskan barang-barang, lalu bilang kepadaku kalau ingin berhenti dan pulang hari itu juga. Aku bisa menerima dan mengerti alasan yang dikatakannya, karena kamar yang Roni tempati memang dulunya adalah kamar milik almarhum Pak Hendra dan Almarhumah istrinya. JOKERDANA

***

Begitulah beberapa kisah yang aku alami selama bekerja di villa ini. Banyak juga penyewa villa yang punya cerita seram ketika menginap di sini. 

Sekadar info, aku masih bekerja di villa ini sampai sekarang.

Akan sangat senang kalau ada teman-teman yang berkenan membawa keluarga besar atau bersama teman kantor untuk menginap di sini, harga gak terlalu mahal, fasilitas lengkap. (*)

Senin, 03 Agustus 2020

DiBalik Dinding Rumah Sakit Part 2

DiBalik Dinding Rumah Sakit Part 2

DiBalik Dinding Rumah Sakit Part 2

Halo, Kita lanjutkan lagi untuk cerita Dibalik Dinding Rumah Sakit Part 2 nya yah !!

Sudah beberapa kali aku dan teman-teman perawat lain membahasnya, kamar yang pernah menjadi Ruang Perawatan Ibu Juwita.

Beberapa teman cerita, kalau mereka beberapa kali mendengar atau merasakan hal aneh ketika sedang berada di dalam kamar itu, ataupun ketika hanya sedang melintas di depannya. Serign kali terdengar suara perempuan bernyanyi atau sekedar bersenandung. Suara yang menyanyikan tembang jawa. Suara nyanyian perempuan itu bersumber dari dalam kamar.

Ada teman perawat yang akhirnya punya keberanian untuk membuka pintu kamar, yang pada saat itu memang sedang dalam keadaan kosong ketika nyanyian kembali terdengar. Dia tidak menemukan apa-apa. keadaan kamar benar-benar kosong, lalu sekujur tubuhnya langsung merinding hebat. Tanpa pikir panjang dia langsung pergi meninggalkan ruangan.

Ada pula rekan bagian kebersihan yang mengalami peristiwa yang seram juga. Dia tiba-tiba melihat sosok perempuan yang mirip dengan Ibu Juwita tengah terbaring di atas tempat tidur. Tanpa pikir panjang, temanku ini langsung terbirit-birit ke luar ruangan saat itu juga. Banyak kejadian aneh yang menimpa mereka, sedangkan aku sama sekali belum pernah merasakannya.  JokerDana

Sampai pada suatu malam, akhirnya aku mengalami kejadian seram yang mungkin akan aku ingat seumur hidup. Malam itu hanya ada tiga ruangan yang berisi pasien, sisanya kosong termasuk ruangan nomor sebelas.

Kebetulan aku kebagian shift malam bersama dengan dua rekan lainnya kami bertugas di lantai itu. Setelah semua pembesuk sudah pergi, suasana kembali menjadi sangat sepi dan senyap, apalagi ketika malam beranjak larut.

" Rida, kami ke lantai satu dulu ya, ada yang butuh bantuan."
Suara Ida mengagetkanku, membuyarkan lamunan.
" Iya tapi jangan lama-lamay ya" Jawabku demikian.

Waktu itu sudah jam dua belas malam ketika akhirnya aku sendirian duduk dimeja depan ruang perawat. Hingga tiba saat nya aku harus mengunjungi ruang pasien satu persatu, memeriksa keadaan dan melakukan keperluan lainnya.

Pasien yang ada di ruangan paling ujung adalah pasien yang paling terakhir aku kunjungi. Untuk menuju ruangan itu aku harus berjalan melintas depan ruangan nomor sebelas, Ruangan Ibu Juwita.

Saat melewatinya pertama kali, gak ada kejadiaan apa-apa. Aku pun gak merasakan ada hal aneh, normal saja dan kamar dalam keadaan gelap dan sunyi. Lalu aku meneruskan langkah menuju pasien paling ujung. 

Setelah semuanya selesai, aku kembali berjalan ke ruang perawat, untuk itu aku harus melewati kamar sebelas lagi. Nah pada saat inilah aku melihat hal yang aneh.  JokerDana

Dari luar, terlihat dari jendelanya kalau lampu kamar sebelas menyala terang, padahal tadi waktu lewat pertama kali, keadaannya gelap, lampu mati semua. Tanpa berpikir macam-macam aku langsung masuk ke ruangan itu. Benar saja, lampunya menyala semuanya termasuk yang ada diatas tempat tidur. Lalu aku langsung mematikan semua lampu.

Setelah ruangan sudah menjadi gelap, tiba-tiba sesuatu terjadi.

Nyanyian tembang Jawa yang aku ingat dulu Bu Juwita sering menyanyikannya sebelum tidur. Merinding, langsung saja aku bergegas keluar ruangan. Sesampainya dimeja, aku langsung duduk sambil memikirkan apa yang baru saja terjadi.

"Akhirnya aku merasakan apa yang sudah pernah teman-temanku rasakan". Begitu gumamku dalam hati.

Dihadapanku ada lorong panjang yang lampunya sengaja kami biarkan dalam keadaan redup ketika malam hari. Pintu-pintu ruang rawat psien berada pada kanan dan kiri lorong, Ruangan nomor sebelas berada di sebelah kanan. Aku hanya bisa melamun sendirian memandang lorong itu, hingga tiba-tiba ada sesuatu yang mengagetkanku.

Ada Bel berbunyi, Bel yang menandakan kalau ada pasien yang membutuhkan bantuan didalam ruangannya. Aku terkejut, aku kaget karena bel yang berbunyi adalah bel dari ruangan sebelas. Ruangan Ibu Juwita.

Beberapa saat lamanya bel itu terus menerus berbunyi, aku berusaha untuk tidak menghiraukan karena ketakutan, hingga akhirnya bunyi bel berhenti sendiri. Cukup lega, tapi tidak lama kemudian. Suasana kembali menjadi hening dan sepi ditambah dengan perasaanku yang semakin tidak karuan membuat keadaan semakin mencekam. JokerDana

Aku langsung memicingkan mata memandang ke lorong ketika mendengar sesuatu, berusaha mencari tahu sumber suaranya. Ternyata yang ku dengar adalah suara pintu yang terbuka. Pintu ruangan yang letaknya di dekat ujung lorong, tapi aku belum tahu ruangan yang mana.

Terus aku perhatikan lorong itu sampai kemudian ada sesuatu yang terjadi.

Dari kejauhan aku melihat ada sosok yang berjalan keluar kemudian berdiri didepan pintu, menghadap pintu ruangan lain yang ada di hadapannya.

Sosok perempuan berambut panjang mengenakan jubah pasien, berdiri diam sambil tangan kirinya memegang tiang botol infus. Sosok itu keluar dari dalam kamar nomor sebelas. Aku terpaku diam tidak mampu berbuat apa-apa. Tubuh kaku gak bisa digerakkan sama sekali.

Kemudian, perlahan sosok perempuan itu memutar tubuhnya, jadi menghadap ke arah tempat aku duduk. Dalam keadaan lampu uang temaran, aku melihat dari kejauhan dan sangat yakin kalau sosok itu mirip dengan ibu Juwita.

Tubuhku gemetar, ketakutan ketika pelan-pelan dia berjalan mendekat. Gak kuat aku menundukkan kepala dan tidak berani menatap ke depan. JokerDana

"TRRRR...RRRR....RRRR "

Suara roda tiang gantungan botol infus yang bergulir di atas lantai, terdengar ditarik, ditarik mendekat ke arah tempat aku duduk. Aku masih menundukkan wajah tidak berani melihat.

"TRRRR...RRRR....RRRR "

Suaranya semakin dekat dan semakin dekat. sampai akhirnya berhenti berbunyi. Dalam keadaan menunduk, aku sangat yakin kalau sosok yang berjalan membawa tiang infus itu sudah berdiri tepat di hadapan ku. Nyaris Nangis, aku ketakutan.

Semakin ketakutan ketika mulai terdengar pelan senandung nyanyian tembang jawa, suara senandung yang sumbernya sangat dekat. Tubuhku bergetar hebat, cukup lama peristiwa ini berlangsung. Sampai akhirnya, sambil menangis aku memaksakan diriku untuk mengangkat wajah.

Benar, Sosok Ibu Juwita yang sedang brdiri dihadapan, tangan kirinya memegang tiang infus. Mengenakan jubah psien berwarna biru, rambut putih panjangnya tergerai, wajahnya pucat tanpa ekspresi. Iya, datar tanpa ekspresi. JokerDana

Kami brhadapan selama beberapa saat. Dalam ketakutan akhirnya aku mulai bisa untuk berdoa dalam hati. Lalu perlahan aku kembali meundukkan wajah sambil terus berdoa. Lama kelamaan senandung nyanyiannya menghilang, hingga akhirnya gak terdengar lagi.

Ketika sudah muncul keberanian, aku mengangkat wajah ku. Sosok Ibu Juwita sudah tidak terlihat lagi, hanya lorong gelap kosong yang ada di hadapan. Gak berapa lama kemudian, dua rekanku berdatangan. Selesai, cukup sekian cerita malam ini. 
Selamat menikmati.!(*)

Minggu, 02 Agustus 2020

Teror di Kost Putri

Teror di Kost Putri

Teror di Kost Putri

Halo, Untuk Kisah kali ini aku ambil dari Twitter untuk Kisah Nyata di sebuah Kost Putri. 3 Perempuan, 1 Kost, Malam-malam penuh teror yang menakutkan.

Hannah, Putri, dan Dayang tinggal di kost-an milik seorang Ibu tua yang sudah lama ditinggal anak-anaknya. Tapi ada yang aneh di Kost-an ini.

Dayang, Seorang Mahasiswi di salah satu kampus di Pontianak. Dayang itu aslinya dari Ketapang, dan iya sejak kecil sudah di anugerahi kelebihan. Bisa ngerasain hal-hal yang janggal, kayak selalu dapat kode begitu. Kalau kata keluarganya, itu karena Dayang ada yang jagain. Jadi dia selalu ngasih tahu ke Dayang kalau ada yang tidak beres. JokerDana

Ceritanya sekitar tahun 2008, itu semester awal dayang merantau ke Pontianak buat kuliah. Dayang tidak punya keluarga di Pontianak. Jadi dia berangkat sendiri dan cari rumah Kost-an di Pontianak. Nah Dayang ini merasa kurang nyaman kalau tinggal di Kost-an yang ramai. Apalagi dia agak Introvert. jadi dia nyarinya Kost-an rumahan yang kamarnya di sewain.

Karena waktu itu internet belum semudah sekarang aksesnya, jadi Dayang sama Bapaknya yang nganterin, keliling sekitaran kampus buat nyari Kost-an yang sesuai. Yang harga cocok, Kenyamanan nya juga cocok. Maklum karena keluarganya tidak berada berada amat. 

Setelah keliling Dayang dan Bapak nya tidak menemukan Kost-an yang cocok.

"Kita coba cari satu lagi, kalau gak cocok baru besok kita cari lagi" kata Bapak Dayang.

Mereka berjalan ke tempat yang jauhan sedikit lagi dan mereka menemukan sebuah Rumah dengan Tulisan" Terima Kost Putri"

" Assalamualaikum" seru Bapak Dayang.

Seorang Ibu Tua keluar rumah berjalan dengan tertatih-tatih.

"Walaikumsalam, Cari Kost-an?" tanya ibu itu.
"Iya, untuk anak saya" Jawab Bapak Dayang. Lalu Dayang dan Bapaknya diajak Masuk.

" Disini cuma ada 3 kamar saja, 2 sudah terisi. Kalau mau ada 1 kamar yang kosong" kata Ibu itu sambil menujukkan kamar yang di maksud. 

Kamar itu tampak bersih. Ada jendela yang cukup besar disana. Rumah itu sederhana saja, Tipikal rumah tua yang dibangun tahun 80-an. Dindingnya dari semen, tidak terbata. Tiang-tiangnya berwarna hijau dari kayu. Atapnya juga dari kayu dengan halaman yang cukup luas. Ada bunga Kertas, juga bunga-bunga kecil yang Dayang tidak tahu namanya. JokerDana

"Dulu ini kamar2 anak saya, perempuan semua. Tapi sekarang sudah tidak ada disini, jadi saya sewakan saja," kata Ibu itu kepada Bapak Dayang.

Dayang suka rumah itu, bapak dayang juga cocok dengan harga sewanya. Deal, Dayang akan tinggal disana. Bapak Dayang juga langsung membayar untuk setahun. Karena kalau sewa setahun ada potongan. Tidak apa-apa jika bayar sekalian. Walaupun harus berjalan sedikit jauh, dayng senang bisa mendapatkan Kost-an yang sesuai dengan keinginannya.

Dayang baru mulai tinggal di Kost-an itu besok harinya. Malam itu dia menginap di penginapan bersama Bapaknya. Dayang tidak tahu, itu adalah awal hari-hari Buruknya.

Besoknya Dayang masuk ke Kost-an. Dayang disambut ibu pemilik rumah, Bu Sum begitu dia dipanggil. Saat dayang datang, ia dikenalkan dengan Putri.

"Ini Putri, dia dikamar yang belakang",kata Bu Sum. 

Putri sedang makan siang diruang makan saat dayang datang. Jadi, dirumah itu semua penghuni rumah dapat berinteraksi bebas seperti di rumah sendiri. Mereka bebas menggunakan semua fasilitas di rumah itu mulai dari dapur hingga televisi yang disaksikan bersama di ruang tamu.

Putri baru dua bulan tinggal di situ. Sejak anak-anaknya tidak lagi tinggal bersamanya, Bu Sum menganggap anak-anak kost disitu seperti anaknya sendiri. Ia tidak perhitungan soal makanan, dan selalu memasak untuk dimakan bersama anak-anak Kost.

Penghuni kamar paling depan adalah Hannah. Dayang baru melihatnya saat malam hari ketika ia ikut menonton TV di ruang depan. Hannah tak menyapa siapapun dirumah itu, ia langsung masuk ke dalam kamarnya. JokerDana

" Siapa?" tanya Dayang
"Hannah, sudah lama dia disini" kata Putri.

Malam itu Dayang tidur sekitar pukul 11 malam, Esok harinya ia berencana ke kampus untuk mengurus administrasi. Namun tengah malam ia terbangun. Ia mendengar suara ketawa kecil namun nyaring. Bulu kuduk Dayang merinding. Ia keluar kamar dan menyalakan lampu, seisi rumah sudah tidur. Tapi suara itu terdengar jelas. Lalu sekian detik kemudian, suara itu menghilang. Dayang terdiam beberapa saat, satu jam kemudian dia baru bisa tidur kembali.
"Mbak Put, dengar suara ketawa enggak tadi malam ?" tanya Dayang. Wajah Putri sedikit berubah.

"Ketawa? Ndak tuh", kata putri sambil mengangkat piring sarapannya yang belum habis. Ia membuang makanan ke tempat sampah lalu mencuci piring bekasnya.

Sore sepulang dari kampus, Dayang duduk di ruang tamu bersama Bu Sum.
" Bu Sum sudah lama buka Kost-an?" tanya Dayang.
" Baru setahun"
" Sebelumnya?"
" Ya dulu ada anak-anak Ibu, lalu mereka pergi. Ibu kesepian. Jadi ibu putuskan untuk jadikan kamar mereka kamar Kost-an"
" Maaf nih bu, tapi saya penasaran. Apa dirumah ini ada yang jaga?"
" Jaga bagaimana? Yang jaga rumah ini ya saya!" kata Bu Sum sambil terkekeh.
" Tapi tadi malam saya dengar suara orang tertawa"
"Kadang suara kucing berkelahi pun terdengar seperti orang tertawa, Dayang" 

Lalu tidak lama kemudian,  Hannah pulang dengan tergesa-gesa. Sama seperti malam sebelum nya, ia masuk ke dalam kamar dan tak keluar lagi. JokerDana

" Dulu pas pertama saya  masuk, dia tidak seperti itu" kata Putri pada Dayang, karena Putri tahu Dayang penasaran.

Malam harinya Dayang kembali terbangun. Ia mendengar suara mesin jahit. Suaranya cukup mengganggu sehingga membuatnya sulit untuk kembali tertidur. Ia keluar akamar, Putri juga mengintip dari pintu kamarnya. Mereka bertatapan tapi Putri buru-buru menutup kembali pintu kamarnya. Suara itu masih terdengar, lalu dayang mengetuk pintu kamar Bu Sum.

"Bu, Ibu" kata dayang
Setelah beberapa lama kemudian, Bu Sum mengulurkan kepalanya keluar.
"kenapa neng?
" Ibu dengar suara mesin jahit?"
" Maaf neng kalau berisik. Saya sedang menjahit" kata Bu Sum.
Aneh nya suara itu masih terdengar. Logikanya kalau Bu Sum menjahit, maka harusnya saat Bu Sum keluar, suara mesin jahitnya akan berhenti. Dayang baru menyadari keanehan itu keesokan harinya. Maklum pas malam pikiran nya lagi antara sadar atau enggak.

Oh Iya, Hannah itu bekerja di sebuah Laundry. Kalau Putri itu kerjaannya Ganti-ganti. Gak bertahan anaknya kalau kerja, selalu ada aja keluhannya.

Malam ketiga dan malam seterusnya Dayang tidak mengalami pengalaman aneh, hanya saja dia bermimpi aneh. Jadi dayang kayak ada di ruang kosong putih gitu, Ada sesosok Pria tapi dayang tidak mengingat wajahnya. Cuma sosok itu bilang padanya " Kamu harus pergi, Dayang"

Setelah malam itu, Dayang merasakan aura rumah itu benar-benar gak nyaman. Setiap pulang kuliah, Dayang selalu was-was sepanjang jalan pulang. Pokoknya kayak gak pengen pulang gitu rasanya.

Sebulan tinggal di sana , Dayang benar-benar gak nyaman. Ia gak penah ngobrol dengan Hannah, ia juga gak pernah ngobrol dengan Putri lagi. Hanya Bu Sum saja yang kadang menemani Dayang di ruang depan. Itu juga tidak banyak berbicara. JokerDana

Suatu hari, Dayang baru saja pulang dari kampus. Ketika ia mulai dekat dengan rumah, ia dicegat oleh hannah.

"Dayang. kita perlu berbicara"
" Kalau begitu, ayo jalan bareng ke rumah"
" Gak, Jangan di rumah, ayo ikut aku" kata Hannah.

Dayang mengikuti Hannah. itu pertama kali Hannah mengajaknya berbicara.

" Kamu tahu, aku sudah lama ingin keluar dari Kost-an neraka itu?"
" Kost-an neraka?
" Kamu pasti merasakan keanehannya juga kan Dayang. Suara Tangisan, Ketawa, dan suara Mesin Jahit di malam hari. Itu sering terjadi dirumah itu."
" Jadi rumah itu ada setannya?"
"Bukan, Rumah itu dikutuk"
"Hannah, jangan berlebihan." kata dayang.
"Percaya padaku Dayang"
"Lalu kenapa kamu tidak pindah Kost-an saja?"
"Aku takut"
"Takut apa?"
"Kutukan" Kata Hannah

Hannah bercerita kalau dia adalah orang kedua yang ngeKost di rumah itu. Orang pertama bernama Fatimah. Fatimah adalah seorang pegawai Bank. 
Fatimah dan Hannah akrab. Mereka sama-sama merasakan keanehan dirumah itu. Fatimah memutuskan pindah, akan tetapi karena Hannah belum mempunyai uang saat itu, dia berencana pindah sebulan kemudian. Tapi setelah pindah, Fatimah tewas dengan tiba-tiba, Bunuh diri dikamar kost barunya.

" Aku ndak mau mati" Kata Hannah.
"Jadi kita harus bagaimana?
" Waspada saja" kata Hannah.

Hannah menasehati agar Dayang tidak terlalu banyak berhubungan dengan Bu Sum dan menghindari makanan yang di berikan Bu Sum. Jaga-jaga takut makanannya ada apa-apanya.

Suatu malam Dayang mendengar orang menangis. Kali ini Dayang tidak berani keluar. Tapi tangis itu semakin kencang. Dayang pun memutuskan untuk keluar. Asap mengepul dari kamar Bu Sum. Aroma Dupa menyebar. Putri keluar dari kamar Bu Sum. JokerDana
" Ada apa?" Tanya Dayang.
" Sudah, Masuklah"' kata Putri.

Dayang kembali masuk ke dalam kamarnya. Dirumah itu seolah-olah ada dua Kubu. Kubu Hannah dan Dayang juga Kubu Putri dan Bu Sum. Dayang tidak tahu apa yang harus dia perbuat.

3 malam kemudian, seisi rumah Heboh. Hannah teriak Kencang, itu sekitar jam 3 pagi. Dayang, Putri dan Bu Sum keluar kamar bersamaan.

"Persetan kalau ibu mau bunuh saya. Besok saya akan keluar dari rumah ini!" seru Hannah.
" Bunuh? Siapa yang mau Bunuh kamu ?" tanya Bu Sum Heran.
" Saya tahu ada iblis dirumah ini, Selama ini saya takut untuk pindah, tapi sekarang saya menyerah. Saya tidak peduli kalau saya harus mati" kata Hannah
" Ngomong apa kamu Hannah?" Bu Sum tampak Kaget.

Putri lalu membawakan Gelas berisi air ke Hannah.
" Minum dulu kak, coba tenangin dirinya terlebih dahulu" kata Putri
" Halah, kamu itu juga uda bersekutu sama Bu Sum. Kamu beri apa minuman saya ini?"|
" Astagfirullah Hannah. Ngomong apa kamu ini?" Bu Sum tampak emosi
" Sudah Hannah, ayo duduk dulu" Kata Dayang.

Jadi ini yang dialami oleh Hannah.

Kalau cuma suara-suara bukan hal yang baru untuk Hannah. Tapi Gangguan yang dia alami malam ini berbeda. Malam itu Hannah tidak dapat tidur. Sejak membaringkan badan, ia merasa sangat Gelisah. Setiap dia berusaha tidur, ia merasa ada sesuatu yang memperhatikannya. 
Apalagi di langit2 kamarnya ada triplek yang Jebol. Membuat lubang segiempat itu terlihat semakin menyeramkan.  JokerDana

Pada pukul 12 malam, Hannah mendengar tawa dari lubang itu, ia melihat sepasang mata mengawasinya. Lalu dari langit2 kamarnya menetes sesuatu. Warnanya merah seperti tetesan darah. Tetapi aneh nya tidak ada genangan darah di Lantai. Yang bisa Hannah lakukan hanyalah melawan ketakutan. 

Ia percaya Bu Sum adalah dalang dari semua ini, jadi dia tidak mungkin mengadu ke Bu Sum. Maka Hannah merapatkan selimut dan berharap dia bisa kembali tidur. Tapi dia tetap tidak bisa tidur. Dia seperti mendengar suara bisikan ditelinganya. Tak jelas, tak juga dimengerti. lalu Hannah sempat tertidur sebentar.

Namun dia tiba-tiba terbangun merasakan tubuhnya terasa berat. Ketika ia membuka mata, didepannya tampak makhluk paling mengerikan yang pernah ia lihat. Rambutnya mengembang, mukanya gelap, matanya merah, lidahnya menjuntai.

Sekian detik merasakan makhluk itu menekan badannya, Hannah berusaha merafal doa yang ia bisa. Ia menutup mata tapi saat dibuka, makhluk itu masih ada di sana. Ia meraung dan berusaha melawan. lalu saat meraung, Makhluk itu hilang begitu saja. Hannah berlari keluar.

Malam itu Hannah terbuka soal praduganya kepada Bu Sum, Bu Sum mendengar dengan seksama.

"Meninggalnya Fatimah tidak ada urusan nya dengan saya, tapi soal rumah ini sepertinya saya perlu bercerita." kata Bu Sum. JokerDana

Jadi rumah itu diwariskan mendiang suaminya kepada Bu Sum. Bu Sum adalah istri keduanya, dengan jarak usia mereka yang cukup jauh. Dari Istri sebelumnya yang sudah meninggal, dia punya 3 anak, Perempuan semua.

Bu Sum memberlakukan anak-anak itu dengan baik. Tapi pada saat suaminya meninggal, ketiga anak itu tidak terima rumah itu diwariskan kepada Bu Sum. Bu Sum sendiri tidak punya keluarga karena ia yatim piatu sejak kecil.  

Rumah itu satu2nya tempat dia tinggal. Tapi ketiga anaknya yang sudah berkeluarga bersikeras rumah itu mau dijual. Ketiga anak itu juga tidak mau menghidupi Bu Sum. Sedangkan Bu Sum sudah tidak dapat bekerja, makanya ia buka Kost-an.

Tapi ternyata ada anaknya yang kirim "Sesuatu" ke rumahnya. Gangguannya bukan Fisik, tapi mental. Bu Sum mendengar semua gangguan itu. tapi ia tidak mau kehilangan penyewa sehingga ia berpura-pura tidak tahu.

Jika Bu Sum memberi tahu ke anak Kost-an, pasti pada pindah semua. Bu Sum tidak tahu cara menyambung hidup. Intinya gangguan itu dikirim agar rumah itu dikosongkan dan bisa dijual. Bu Sum tidak mau menyerah karena rumah itu adalah Hak nya, Peninggalan suami nya yang ia sayangi.

" Saya mencintai rumah ini seperti saya mencintai suami saya dan anak-anak saya" kata Bu Sum.
" Mereka merendahkan saya karena saya hanya ibu tiri, tapi kasih sayang saya pada mereka seperti menyayangi anak sendiri" sambung Bu Sum

Hannah, Putri dan Dayang menyimak cerita Bu Sum. Putri sudah tahu cerita ini duluan sehingga dia tidak Kaget. JokerDana

" Jadi Ibu gak berusaha melawan "kiriman" itu bu? tanya Dayang.
" sudah, saya sudah mencari orang pintar. Tapi serangannya terlalu kuat dan semakin menjadi-jadi" kata Bu Sum.
" Lalu apa yang mau Ibu lakukan ?
" Saya menyerah neng. Biarlah rumah ini dijual. saya mau ikut Putri ke Kampung"

Jadi asap dupa waktu itu adalah upaya Bu Sum dan Putri melawan sesuai saran orang pintar tapi Gagal. dan mereka berdua sering berdiskusi. Bu Sum akhirnya sepakat buat ikut ke kampung Putri. Putri capek dikota, dia mau bertani.

Tiga bulan kemudian mreka masih mendiami rumah itu. Dayang cerita semuanya ke bapak ny dan menurut bapaknya sebenarnya itu bisa dilawan. Tapi akan percuma saja jika nanti dikirim santet lagi. 

Mereka masih menghadapi gangguan, tapi sudah lebih siap. Semua gangguan mereka acuhkan. Hannah yang tidak kuat sudah pindah duluan. Bapak dayang tidak meminta kembali uang nya karena dia mengerti untuk keadaannya. Dayang menemukan Kost-an baru dan rumah ini bena-benar ditinggalkan. JokerDana

Jadi secara kejadian memang tak terlalu menyeramkan. Tapi cukup mengganggu mental. Karena sebenarnya penghuni rumah itu sering dibuat ketempelan setan. Setahun setelah Kosong, rumah itu dirobohkan dan dijadikan ruko. Sepertinya benar sudah berpindah tangan. Tapi anehnya, setiap melewati ruko itu, Dayang masih sering merinding. 

Begitulah cerita dayang ke saya. Cerita yang sederhana, tapi cukup membuat saya ngeri membayangkan serakahnya manusia atas harta. Dilakukan apa saja walau harus berlaku licik pada orang tua.

Selamat Menikmati. (*)