Jumat, 31 Juli 2020

DiBalik Dinding Rumah Sakit Part 1

DiBalik Dinding Rumah Sakit Part 1

DiBalik Dinding Rumah Sakit Part 1

Namaku Rida, aku bekerja sebagai perawat salah satu Rumah Sakit yang ada di Pusat Kota Bandung. Sudah kira-kira lima tahun menjalani profesi ini, pekerjaan yang memang sudah menjadi cita-cita sedari kecil. Termasuk pekerjaan yang menurutku sangat mulia.

Aku sangat menikmati melakukan pekerjaan ini , nyaris semuanya ku lakukan dengan senang hati. Aku suka pekerjaan nya, aku suka rekan-rekan sejawat, aku suka lingkungannya, aku suka semuanya. Nyaris semuanya.

Rumah sakit tempatku bekerja ini adalah rumah sakit yang sudah lama berdiri, cukup tua usianya. Iya, Layaknya bangunan tua yang ada di kota Bandung, Tentu saja masih ber-arsitektur Belanda. Di beberapa sudutnya di biarkan apa ada nya, tidak pernah di renovasi sedikit pun, hanya cat nya saja yang terus di perbaharui. JokerDana

Menurut Sejarahnya, waktu pertama kali di bangun Rumah Sakit ini hanya memiliki satu gedung dan satu Lantai saja. Sekarang sudah memiliki beberapa gedung dalam satu kawasan, salah satu gedung nya terdiri dari tujuh lantai. Rumah Sakit yang sangat luas cukup terkenal juga.

Aku akan menceritakan salah satu kejadian yang pernah aku alami di rumah sakit ini. dan tentu saja kejadiannya sangat menyeramkan.

Ibu Juwita, salah satu dari beberapa pasien yang aku ingat sampai sekarang. Salah satu alasannya karena Beliau cukup lama di rawat selama kurang lebih dua bulan, sampai akhirnya takdir berkata lain. Ajal menjemput Beliau di ruang rawat inap.

Selama dua bulan masa perawatan, kami para perawat sudah cukup akrab dengannya, kebetulan juga Ibu Juwita orang yang sangat ramah, senang bersenda gurau dan berbincang. JokerDana

ketika masuk rumah sakit, Ibu Juwita berumur 69 tahun, Tubuhnya kurus dengan rambut panjang sudah memutih. Penyakit yang dideritanya cukupe berat dan juga Komplikasi. Kebetulan aku yang pertama kali menangani dan merawat beliau setelah keluar dari penanganan UGD.

Ruang yang Ibu Juwita gunakan adalah ruangan VIP, Satu ruangan hanya di huni oleh satu pasien. Didalamnya tersedia sofa dan meja untuk keluarga yang ingin menemani. Dengan telaten aku merawatnya pada malam pertama mempersiapkan seluruh kebutuhan yang di perlukan.

Hanya ada dia anggota keluarga yang menemani, satu laki-laki berumur 40-an dan satu perempuan berumur sekitar 25 tahun. Yang laki-laki berdiri di samping tempat tidur sambil terus berbincang dengan Ibu Juwita, sementara yang perempuan duduk di sofa sambil terus-terusan emmainkan ponsel yang ada di tangannya.  JokerDana

" Sudah ya Bu, sekarang ibu istirahat. Saya berada di ruang perawat tidak jauh dari sini, kalau ada yang diperlukan ibu tinggal tekan tombol yang ada di sebelah tempat tidur, saya langsung datang"

" Terima Kasih ya neng." Jawab Ibu Juwita dengan senyuman.

Setelah itu aku langsung keluar berjalan menuju ruang perawat yang berada di ujung lorong. Ruangan Ibu Juwita dan Ruang perawat berjarak 30 meter. Ruang Rawat inap ini berada di gedung paling besar kedua, bangunan yang cukup tua usianya.
Malam itu yang bertugas hanya aku dan dua teman perawat, Ida dan Riana. Aku duduk sendirian di meja peawat yang berada di depan ruangan, sementara Ida dan Riana masih berkeliling ke ruangan Pasien.

Sekitar jam sebelas malam, Pintu akamr Ibu Juwita terbuka, Kemudian dua anggota keluarga yang sejak awal menemani keluar dari ruangan. JokerDana

" Suster, saya titip ibu saya ya. kami hanya bisa menemani sampai disini, Besok kami datang lagi." Begitu ucap sang lelaki yang belakangan aku tahu kalau dia adalah anak dari Ibu Juwita.

" Baiklah Pak," Jawabku dengan ramah. Kemudian mereka Pulang.

Sendirian aku duduk di meja depan ruang perawat, sementara Ida dan Riana berada di dalam ruangan yang tepat berada di belakangku. Lorong Kosong panjang menjadi pemandangan yang aku lihat di depan, Kanan dan Kirinya berbasis pintu ruang rawat inap yang gak semuanya terisi, hanya beberapa saja. Sangat sepi dan hening, situasi yang sudah biasa aku dan teman-teman rasakan apabila sedang tugas malam.

Waktu itu sudah hampir jam satu malam ketika aku harus berkeliling mengunjungi pasien satu persatu. Ibu Juwita berada pada ruangan yang letaknya nomor dua dari ujung, aku sengaja mengunjunginya paling terakhir.

Ketika tepat berdiri di depan kamar, dari jendela aku dapat melihat kalau lampunya masih menyala terang. Sebelum membuka pintu, aku terdiam sebentar karena mendengar sesuatu. Senandung nyanyian tembang Jawa terdengar sayup-sayup dari dalam. Lalu aku mengetuk pintu sebelum membukanya. JokerDana

Ternayat Ibu Juwita yang sedang bernyanyi, nyanyian tembang lagu jawa.

" Selamat malam Bu, kok belum tidur?" tanyaku dengan ramah.
" Iya neng, Belum ngantuk. Supaya cepat ngantuk biasanya saya bernyanyi dulu, Gak mengganggu kan ya neng?" Ibu Juwita membalas ku sapaku dengan senyumannya.
" Gak apa-apa bu, tapi ibu harus beristirahat supaya lekas sembuh."

Selanjutnya aku menemaninya untuk beberapa saat. Dalam perbincangan yang cukup sinkat itu dia becerita sedikit tentang keluarganya. Bercerita dengan nafas yang beberapa kalo tersengal, dia bilang kalau tadi yang menemani di ruangan adalah anak laki-lakinya yang nomor dua , yang perempuan itu istrinya, menantu Ibu Juwita.

Anak pertama bekerja di luar negeri, sedangkan yang bungsu perempuan, tinggal di surabaya bersama suaminya. Ibu Juwita sendiri perempuan kelahiran Semarang, bertahun-tahun tinggal di Bandung karena mengikuti sang suami yang bertugas di Kota Kembang ini. JokerDana

Suaminya sudah lama meninggal dan sepeninggal suami nya dia tinggal di rumah anak laki-lakinya yang nomor dua, yang sebelumnya menemani di dalam ruangan.

Cukup lama aku mendengarkan beliau yang tampaknya senang bercerita, hingga akhirnya aku sedikit memaksanya untuk beristirahat.

"Lampu saya redupkan yah Bu, Kalau ada apa-apa silahkan tekan tombol panggilan."

Setelah nya aku keluar, Kembali keruang Perawat. Itu malam Pertama aku kenal dengan Ibu Juwita.

Kondisi Ibu Juwita yang naik turun memaksanya untuk terus di rawat inap, Beberapa kali kondisinya sempat sangat menurun karena komplikasi penyakit yang di alaminya. Sudah nyaris dua bulan masa perawatan, membuat kami sebagai perawat menjadi semakin akrab dengan beliau.

Belakangan kami tahu kalau ketiga anak-anaknya termasuk orang berada, biaya rumah sakit sepertinya bukan masalah buat mereka. Tapi hanya anak lelaki nomor dua yang sering terlihat datang mengunjungi, Itupun hanya beberapa kali dalam seminggu, bisa dihitung dengan jari. Anak perempuan yang tinggal di Surabaya hanya datang dua kali, aku ingat betul. Sedangkan anak pertama yang sama sekali tidak pernah terlihat.

Ibu Juwita lebih banyak sendirian, hanya kami perawat yang setia menemani. Kami juga jadi terbuasa mendengar sayuo-sayup senandung tembang Jawa yang Beliau nyanyikan sebelum tidur, Hampir setiap malam.

Hingga akhirnya pada suatu malam di bulan Maret, karena kondisinya suidah sangat amat lemah dan sudah tidak tertolong lagi, beliau menghembuskan nafas terakhir. Ibu Juwita meninggal dunia.

Singkat cerita, ketika jenazah Ibu Juwita sudah di bawa pulang oleh keluarga, ruangan tempatnya dirawat kami bereskan lagi menjadi seperti semula.  JokerDana

Kami yang merawatnya selama beliau di Rumah Sakit tentu saja merasa kehilangan sosok yang ramah dan baik itu harus pergi untuk selamanya karena kondisi yang memang sudah sangat berat untuk sembuh. Salah satu bagian terberat dalam melaksanakan pekerjaan ini.

Pada suatu malam, hari itu jam satu malam, Bel ruangan nomor sebelas berbunyi pertanda kalau pasien didalamnya memerlukan bantuan. Aku langsung bergegas ke ruangan itu. Pasien ruangan nomor sebelas kali ini berumut 42 tahun, Pasien korban kecelakaan.

" Ada yang bisa saya bantu pak?" Ucapku ketika sudah berada didalam.

Perlahan dia menggenggam dan menarik tanganku agar aku jadi lebih mendekat lagi. Setelah cukup dekat, dengan suara nyaris berbisik dia bilang,

" Ada suara perempuan bernyanyi di kamar mandi sus.."

Cukup kaget aku mendengarnya, tapi dengan tenang aku bilang.
" Itu mungkin suara dari televisi pak,"
Lalu aku berjalan ke kamar mandi dan membuka pintunya, kosong tidak ada siapa-siapa.
"Tuh pak, kosong. Bapak istirahat saja yah supaya lekas membaik."
Bapak itu hanya diam sambil masih tetap menunjukkan raut wajah Was-was. Setelah itu aku keluar kembali ke meja perawat. JokerDana

Itu salah satu cerita pasien yang kebetulan dirawat dikamar nomor 11, kamar yang beberapa minggu sebelumnya dihuni oleh almarhumah Ibu Juwita. Cerita selanjutnya di Part.2 yah ^^
Selamat Menikmati. (*)